Selama ini kita mengenal pendingin di rumah-rumah dengan tenaga listrik, dan gas freon. Keduanya sama-sama berbahaya bagi lingkungan dan memiliki dampak bagi pemanasan global. Gas Freon sudah lama disebut-sebut sebagai salah satu bahan yang memicu terbentuknya lubang di lapisan ozon bumi. Sedangkan listrik, merupakan energi yang menghabiskan banyak bahan bakar fosil, sehingga hemat listrik adalah hemat energi.
Berbeda dengan kulkas yang diciptakan oleh anak-anak SMA di Sumatera ini. Kulkas buata mereka tidak memerlukan listrik, juga tidak tidak membutuhkan gas freon. Teknologi yang dikembangkan dua siswi ini mampu menurunkan suhu hingga 23 derajat celcius. Meskipun tidak mampu membekukan, tapi suhu ini cukup untuk mendinginkan dan mengawetkan buah-buahan. Bentuknya sederhanya, seperti kotak pada umumnya.
Berikut ini adalah kutipan berita selengkapnya.
JAKARTA, KOMPAS.com -- Dua siswi SMA Negeri 2 Sekayu, Sumatera Selatan, yaitu Muhtaza Aziziya Syafiq dan Anjani Rahma, meraih dua penghargaan di Intel International Science and Engineering Fair (Intel ISEF) 2014 di Los Angeles, Amerika Serikat, pada 11-16 Mei 2014. Mereka melakukan penelitian dan pengembangan kulkas tanpa listrik dan tanpa freon.
Melalui karya ilmiah berjudul "Green Refrigerant Box", Muhtaza dan Anjani sukses meraih penghargaan Development Focus Award dan hadiah senilai 10.000 dollar AS dari US Agency for International Development (USAID). Mereka juga meraih Penghargaan Ketiga senilai 1.000 dollar AS di kategori Engineering: Materials & Bioengineering.
Karya ilmiah kulkas tanpa listrik dan freon ini fokus pada pemanfaatan kayu gelam sebagai solusi alternatif untuk pendingin buah dan sayur.
Dengan teknologi yang dikembangkan Muhtaza dan Anjani, suhu awal 28 derajat celsius di kulkas tanpa listrik dan freon ini mampu turun menjadi 5,5 derajat celsius dalam waktu 2 jam 20 menit.
Ide mengembangkan teknologi tersebut didasari atas potensi sumber daya alam buah-buahan dan sayur-sayuran di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Namun, daerah itu memiliki masalah yang berkaitan dengan listrik.
Intel selaku pihak yang membawa teknologi Muhtaza dan Anjani ke Intel ISEF 2014 percaya bahwa generasi muda adalah kunci untuk mengembangkan inovasi. Muhtaza dan Anjani diharapkan bisa menjadi inspirasi siswa lain untuk terlibat dalam ilmu pengetahuan, teknologi, teknik, dan matematika sebagai dasar untuk kreativitas.
“Dunia membutuhkan lebih banyak ilmuwan, kreator, dan pengusaha untuk menciptakan lapangan pekerjaan, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan mengatasi tantangan global,” kata Director Public Affairs Intel Indonesia, Deva Rachman.
Intel ISEF tahun ini diikuti oleh lebih dari 1.700 ilmuwan muda yang dipilih dari 435 kompetisi di lebih dari 70 negara di seluruh dunia.
Selain pemenang utama, lebih dari 500 finalis menerima penghargaan dan hadiah untuk penelitian inovatif mereka, termasuk 17 pemenang Best of Category, yang masing-masing menerima hadiah sebesar 5.000 dollar AS. Intel Foundation juga memberikan hibah senilai 1.000 dollar AS untuk masing-masing sekolah dari pemenang dan kompetisi lokal yang mereka wakili.
Selain itu, Intel Foundation juga memilih sejumlah siswa yang mendapatkan penghargaan untuk menghadiri kompetisi sains selama 11 hari di Tiongkok. Mereka berkesempatan berbicara dengan para peneliti Intel di Shanghai dan mengunjungi Pusat Penelitian Panda di Chengdu.
Menarik bukan?!
No comments:
Post a Comment